MARTABAT KEMANUSIAAN ( Refleksi Hari Santri Nasional 2022 )
HARI SANTRI NASIONAL 2022

Diposting oleh Zaid, ST 24 Okt 2022, 08:09:57 WIB Opini
MARTABAT KEMANUSIAAN ( Refleksi Hari Santri Nasional 2022 )

Mencermati berbagai kasus pelanggaran hukum dan perendahan nilai-nilai kemanusiaan yang terjadi akhir-akhir ini di tanah air , seperti ; perkosaan, penindasan, pembunuhan, pelecehan, ujaran kebencian dan banyak sederetan kasus a-moral lainnya, menyadarkan kita bahwa bangsa Indonesia sedang menderita penyakit moral yang mengkhawatirkan. Hal ini tentunya membutuhkan solusi dan aksi yang tepat dan lebih serius. Kenyataan tersebut mengundang pertanyaan banyak kalangan ; ada apa dengan generasi bangsa ini ? Apakah generasi bangsa ini salah asuh ? Untuk menjawab permasalahan kemanusiaan tersebut artikel ini menjelaskan dengan singkat dalam kaitannya dengan momentum peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2022.

Thema peringatan hari Santri Nasional tahun 2022 sebagaimana yang tetapkan oleh Kementerian Agama RI adalah : BERDAYA MENJAGA MARTABAT KEMANUSIAAN. Thema ini sangat inspiratif dan sekaligus solutif utamanya jika dikaitkan dengan isu-isu kemanusiaan yang sedang kita hadapi saat ini. Disamping memiliki semangat inspiratif dan solutif juga mengandung nilai edukasi dan semangat transformatif dalam membangun visi kemanusiaan bagi genersi milenial.

Mengkaji ulang martabat kemanusiaan dalam suasana bangsa sedang menghadapi tantangan moralitas adalah sesuatu yang sangat tepat. Martabat kemanusiaan adalah nilai fundamental yang menyebabkan manusia memiliki derajat mulia dalam kehidupan. Nilai-nilai fundamental itu harus dijaga dan hidup dalam masyarakat dan tidak boleh berubah walaupun perkembangan budaya terus berubah. Apalagi perubahan sosial akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi telah membawa perubahan dan perkembangan baru dari generasi ke generasi. Saat ini kita sedang berada pada era generasi milenial dan masyarakat society 5.0.

Generasi milenial adalah generasi tunas bangsa yang akan tumbuh dan berkembang menjadi penerus peradaban bangsa. Mereka hidup dalam tantangan yang tidak ringan dengan berbagai ancaman yang menakutkan. Diantara ancaman yang dikhawatirkan adalah rapuhnya nilai-nilai kemanusiaan. Ancaman ini dapat menyebabkan runtuhnya martabat kemanusiaan. Untuk itu bagaimana kita memahami dan menjaga martabat kemanusiaan tersebut. Diantara yang dapat kita tawarkan adalah :

Pertama ; Meneguhkan kasih sayang sesama manusia. Kasih sayang adalah sikap yang lahir dari jiwa yang suci paling dalam. Jiwa kasih sayang dapat hidup melalui pembiasaan/ habitualis sejak usia dini dengan pendekatan nilai-nilai keagamaan. Dari sini munculnya ketinggian derajat dan kemuliyaan diri manusia. Derajat muliya itulah yang menjadi martabat bagi setiap manusia yang perlu dihargai dan dihormati.

Secara etimologis martabat berasal dari bahasa Latin dignitas yang mengandung arti layak, patut, wajar ( Lorens Bagus : 1996 ). dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa martabat manusia merupakan sesuatu yang layak atau patut dihormati dan dihargai secara absolut. Karena pada dasarnya, bahwa nilai senantiasa mengacu kepada hal yang baik, diinginkan, layak, berguna, indah, bermanfaat, benar dan karena itu menjadi sesuatu yang mewajibkan terlepas dari apakah kita suka atautidak, menikmatinya atau tidak. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI : 1973 ), martabat manusia diartikan sebagai tingkat harkat kemanusiaan dan harga diri. bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang memiliki derajat tertinggi di antara semua makhluk hidup lainnya.

Martabat adalah nilai yang melekat dalam diri manusia yang mendasari penghormatan terhadap manusia itu sendiri. Defenisi ini memiliki tiga ciri utama, yakni; (a), martabat manusia adalah fakta objektif bahwa manusia memiliki nilai dalam dirinya. (b), karena manusia memiliki nilai dalam dirinya, maka ia harus dihormati, misalnya, menuntut pengampunan atau memperbaiki bila melakukan tindakan yang mencela martabat seseorang. (c), penghormatan juga melibatkan bahwa yang lain memperlakukan seseorang seperti diri sendiri secara istimewa, misalnya, karena martabat seseorang tidak hanya dapat menuntut pengampunan atas penghinaan, tetapi juga bahwa yang lain sebagai satu kesatuan. ( Emanuel Kant : 1804 ). Dengan kata lain, bahwa kewajiban absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai itu menyangkut pribadi manusia sebagai keseluruhan, sebagai totalitas. Oleh karena itu, kewajiban moral tidak datang dari luar, tidak ditentukan oleh instansi lain, tetapi berakar dalam kemanusiaan manusia.

Martabat manusia merupakan norma dasar yang mesti dipahami oleh setiap orang tanpa terkecuali. Hal ini penting agar setiap orang benar-benar memahami betapa mulianya pribadi manusia. Sebab itu memahami martabat kemanusiaan merupakan peta jalan menuju penghargaan. Menghargai kemanusiaan adalah suatu kewajiban, karena manusia pada hakekatnya makhluk ciptaan terindah dan muliya bila dibanding dengan makhluk lainnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS At-Tin ayat 4 yang artinya “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

Nah, santri adalah tunas bangsa yang membawa misi kemanusiaan untuk peradaban maju dan modern Mereka hidup di era perubahan yang penuh tantangan dan cobaan yang tidak ringan. Sebagai generasi milenial santri harus memiliki keperibadian yang lincah ( agile ) dalam menunjukkan sosok manusia yang cinta damai, cinta bangsa, sayang terhadap sesama dan ta’at kepada Tuhannya. Santri adalah pelopor moralitas bangsa dan pemancang kokoh nilai kemanusiaan.

Tekat untuk membagun peradaban yang bermartabat merupakan spirit yang berkobar dalam setiap jiwanya. Dalam relung batinnya tersimpan beribu rasa dan cita-cita yang menjadi modal sosial dalam mengharungi lautan kehidupan global yang modern menyongsong masa depan. Walaupun modernisasi yang menjadi kebanggaan bagi masyarakat, telah menggeser banyak nilai dalam pergaulan sosial antar generasi.

Martabat manusia bukan dilihat hanya dari sisi tertentu saja, melainkan pada seluruh diri manusia. Tubuh dan jiwa manusia adalah dua hal yang membentuk pribadi manusia yang utuh. Keberadaan manusia yang intelektual, sensitif, afektif, dan biologis menyandang gelar “Persona” manusia adalah seorang pribadi yang utuh. Ia adalah sebuah realitas yang personal. Persona berarti manusia adalah pribadi yang utuh, pesona juga berarti manusia adalah seorang individu yang tidak ada duanya. Persona juga dapat berarti “personeita” yang berarti seorang pribadi yang mampu untuk merefleksikan dirinya sendiri. Ia mempunyai kemampuan yang memungkinkan ia mampu melihat dirinya sendiri.

Menurut Marciano Vidal, ( Marciano Vidal : 1994), manusia adalah realitas yang kreatif, Ia dapat menciptakan sesuatu. Sebagai pribadi, tidak ada seorang manusia pun yang lebih atau yang kurang dari yang lain. Ia memberi dirinya dari kedalamannya kepada yang lain apa adanya dan menyelami kedalaman orang lain dalam dirinya. Manusia adalah mahkluk yang dalam dirinya mempunyai hubungan dengan orang lain. Keberadaan manusia yang demikian ini mengantarnya menjadi pribadi yang penuh dan utuh. ( Oleh karena itu nilai martabat seorang manusia atau seorang pribadi dihormati oleh hak asasi. Penghormatan atas hidup seseorang manusia yang masih dalam kandungan juga mendapat dasar dari prinsip etika dasar, yakni prinsip vulnerability. Prinsip ini berarti yang kuat memiliki kewajiban untuk melindungi yang lemah. Perlindungan akan hak dan martabat ini pun sudah dicanangkan oleh Deklarasi Hak Asasi Manusia.

Kedua : Memperkuat ketakwaan dan toleransi. Memperkuat ketaqwaan dan toleransi merupakan sikap hidup. Ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa secara vertikal mencerminkan kerinduan manusia untuk mencapai keutuhan dirinya pada Tuhan. Tapi secara horizontal mengharuskan manusia untuk menghormati keragaman agama. Dalam praksis hidup bersama, pluralitas yang dimaksudkan menuntut masing-masing pihak untuk berkontribusi dalam menciptakan kondisi hidup yang harmonis, damai, dan saling menghormati perbedaan identitas keagamaan.

Secara historis ajakan untuk saling menghormati itu berlandaskan pada aneka ragam agama di Indonesia. Negara Indonesia adalah Negara yang ber-Ketuhanan. Konsekuensinya, bangsa Indonesia harus saling menghormati cara pandang dalam beragama. Kedewasaan iman kepada Tuhan adalah ruh yang menghidupkan sikap toleransi dalam beragama; yang juga mendorong dan menggerakan manusia Indonesia untuk bertanggungjawab dalam memelihara kelestarian lingkungan hidupnya.

Ketiga : Memupuk persaudaraan. Memupuk rasa persaudaraan atas dasar hormat pada kemanusiaan. Iman kita kepada Allah swt menjadi nyata memuliakan diri-Nya melalui sikap dan tindakan konkret kita terhadap sesama manusia yang konstruktif. Jadi, iman kepada Tuhan Yang Maha Esa mendukung dan mengharuskan kita untuk menghormati kemanusiaan orang lain; hidup bersaudara dengan siapapun juga dan hormat terhadap martabat kehidupan manusia. Implementasi iman seperti itu menghantar setiap orang (Indonesia) kepada kondisi hidup yang adil dan beradab. Dengan demikian, kecenderungan pada tindak yang merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan berupa kekerasan dalam berbagai bentuk dan alasannya dapat dihindari.

Dari sikap persaudaraan akan melahirkan sikap rela berkorban atas dasar komitmen dan cinta pada tanah air. Sikap rela berkorban demi nusa dan bangsa mengisyaratkan kesediaan semua pihak untuk menempatkan kepentingan negara (nusa dan bangsa) di atas kepentingan pribadi dan golongan. Ini berarti bahwa, kecenderungan untuk korupsi dan sikap primordial berdasarkan suku, agama, ras, dan antar-golongan yang menghambat pembangunan dan memperlemah persatuan bangsa, dan membuyarkan kebersamaan dalam keragaman perlu ditinggalkan.

Disamping itu sikap persaudaraan memotivasi kemauan untuk saling bermusyawarah dalam setiap permasalahan dan rela berkorban. Mereka adalah sosok manusia yang bijaksana, yang sanggup meninggalkan egoisme dirinya dan terbuka hati dan budinya untuk mendengarkan pandangan pihak lain demi mencapai kesepakatan yang berguna untuk mencapai cita-cita hidup bersama. Mampu membangun solidaritas sosial berupa kepedulian dan keterlibatan sosial secara aktif (berbelarasa) untuk mengeluarkan sesama manusia dari kondisi-kondisi hidup yang tidak manusiawi.. Manusia yang bijaksana adalah manusia yang mampu berlaku adil dan berbelarasa kepada sesamanya yang menderita.

Akhirnya kita berharap dalam momen Hari Santri Nasional tahun 2022 ini , bangsa Indonesia melahirkan santeri milenial yang menjadi pelopor dan penjaga martabat kemanusiaan dan dapat pula memperkokoh toleransi dalam bingkai kehidupan berbangsa dan beragama. Allahu ‘alam bissawaab.[]