VISI TRANSFORMATIF IBADAH HAJI PASCA PANDEMI
HIKMAH HAJI

Diposting oleh Zaid, ST 17 Jun 2022, 09:29:10 WIB Opini
VISI TRANSFORMATIF IBADAH HAJI   PASCA PANDEMI

Umat Islam se-dunia termasuk Indonesia kembali menunaikan ibadah haji tahun ini ( 1443 H/2022 M ) setelah dua tahun tertunda karena pandemi Covid-19. Walaupun masih dalam masa transisi pandemi menuju endemi, masyarakat muslim dunia memiliki spirit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat diperkirakan karena secara psikologi-keagamaan memiliki semangat khusus terutama bagi jamaah yang bisa berangkat dengan berbagai keterbatasan.

Ibadah haji adalah perintah Allah swt untuk orang-orang beriman yang telah sanggup berangkat ke tanah suci ( Istito’ah ). Secara umum perintah ibadah haji memiliki dua kandungan makna strategis yaitu makna instrinsik dan makna instrumental. Makna instrinsik berisi komitmen peribadi antara seorang hamba dan tuhannya untuk mendekatkan diri dan membersihkan jiwa dari segala kakhilapan dan dosa, mengakui kelemahan diri dihadapan Allah swt dan menyinarinya dengan sinar-sinar malakut ( ketuhanan ), menumbuhkan potensi dalam ruh serta menyingkapkannya untuk menerima rangkaian Tajalli Ilahi ( sifat-sifat Tuhan ) dan pancaran nur kerinduan kepada Yang Maha Agung. Semetara makna instrumental adalah sarana pendidikan kearah nilai-nilai luhur, mulia dan sejati dalam hubungannya dengan sesama hamba Allah swt dan makhluk-Nya di bumi. Dalam istilah lain haji adalah memanusiakan manusia. Untuk itu bagaimana sebenarnya visi transformasi haji yang diperintahkan itu :

Pertama ; Transformasi Spirutual Haji Ayat-ayat yang memerintah ibadah Haji diantaranya QS. Ali Imran: 97, dan QS. Al Baqarah: 196, mengandung nilai revolusi teologis yang memperkuat Tauhid dengan hadir memenuhi panggilan-Nya di Baitullah. Revolusi ini mengartikulasikan substansinya melalui kalimat La Ilaha Illah ( Tauhid Allah ) , Muhammadurrasu lullah ( Tauhidul Rasul ). Semangat ( spirit ) dua kalimat ini menghendaki manusia hadir ke tanah suci untuk peneguhan iman dan penguatan islam sehingga mereka yang hadir ( berhaji ) menyandang prediket taqwa yang berujung surga.

Dalam formulasi Haji, Iman dan Islam merupakan dua syarat kebangkitan global spiritual menuju kemurnian tauhid. Hal ini penting karena perkembangan budaya global telah berbaur kedalam jantung insfirasi umat Islam. Untuk itu Ibadah haji yang dilakukan umat Islam tahun ini harus menjadi revolusi teologis, yang meluruskan kembali pandangan tauhid yang kabur dan bahkan keliru akibat pandangan dunia global yang tak terbendungi.

Revolusi teologis yang di inginkan dalam ibadah haji merupakan transformasi suci yang memperkuat respon untuk menolak segala kemungkaran dan kesyirikan yang sedang berkembang dalam masyarakat modern saat ini. Umpamanya saja masih ada sebagaian umat Islam yang meyakini paranormal dalam menentukan takdir ( nasib ) dan ketentuan Allah swt ( seperti Kasus Emmeril Khan Mumtadz putra sulung Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat ) sehingga Majelis Ulama mengingatkan umat islam dalam meyakininya. Kita masih menyaksikan sebagian umat Islam yang keliru dalam memahami tauhid sehingga tersesat kelembah syirik dan bahkan murtad seperti kasus Saifuddin Ibrahim seorang kyai di Pondok Pesantren Muhammadiyah Darul Arqom Sawangan Bogosuh dan banyak kasus lainnya yang tidak kita sebutkan disini.

Ibadah haji sangat menolak etika peribadi yang bertentangan dengan nilai tauhid dan spiritualitas keimanan dan keislaman apalagi sampai menyesatkan aqidah dan tauhid. Ibadah haji menuntut pemenuhan tuntutan-tuntutan etika peribadi sebagai langkah tuntutan etika social. Ia menghendaki etika ( akhlaq ) individu dan akhlaq social harus beriring , jika tidak maka haji hanya akan menjadi perjalanan fisik biologis semata. Sebab itu ibadah haji tidak hanya bersifat ritual seremonial tetapi memiliki makna spiritual transcendental yang mendekatkan diri lebih dekat dengan Allah swt.

Kedua ; Tranformasi kesalehan dan kesadaran social. Visi Ibadah Haji yang dilaksanakan tahun ini ( 1443 H/ 2022M ) harus memiliki tranformasi kesalehan dan kesadaran social. Haji merupakan paradigma pembebasan individu dan masyarakat untuk memperkuat tanggung jawab social berdasar prinsip ketuhanan dan kemanusiaan. Sebab itu dalam ritual ibadah haji, setiap jamaah haji yang melanggar hukum haji diwajibkan membayar dam ( memotong hewan qurban ) sebagai bentuk kebersamaan dalam menikmati nikmat Allah ( rezeki ) berupa harta benda yang dimiliki. Jika selama ini hanya memilki paradiqma menuntut kepatuhan dan kesadaran individual maka nilai sejati Ibadah haji lebih dari itu yaity sebagaimana yang kita sebutkan.

Kesadaran social merupakan wujud kongkrit kuatnya modal social dengan komponen utamanya berupa saling percaya ( truch ) dan silaturahmi ( network ) yang berujung pada terciptanya high society, seperti yang diungkapkan oleh Fukuyama bahwa kesadaran social hanya dapat terbangun dari jiwa bersih , baik hati, pikiran positif dan semangat iman yang kuat. Kesalehan dan kesadaran sosial (social piety / social awareness/ ) tidak dapat terpisah satu sama lain, ia merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau kesadaran untuk menumbuhkan kepedulian yang kemudian dapat menunjukkan kemampuan untuk berempati terhadap orang lain. Kesadaran sosial yang dimaksud juga terkait dengan kesadaran akan masalah-masalah atau kesulitan yang dihadapi masyarakat. seseorang yang memikili kemampuan empati lebih mampu mengungkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih peka dan mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap prasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan pendapat atau pembicaraan orang lain, ( Utami, Noviyanti, Putra, & Prasetyawan, 2018)

Kesadaran sosial juga dapat menumbuhkan suatu ketertiban di masyarakat serta menjadikan kehidupan menjadi lebih harmonis dan selaras. Dengan dasar itu nilai social dan norma agama akan berwujud sebagai pedoman di masyarakat. Disamping itu kesadaran sosial merupakan kesadaran secara penuh dalam diri seseorang terhadap hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat.

Dengan demikian kesadaran sosial yang terbangun melalui ibadah haji melahirkan keterampilan sosial yang religius dalam wujud hubungan social yang serasi dan seimbang, dapat menyesuaikan dengan perkembangan sosial yang terjadi serta memiliki kemampuan memecahkan masalah sosial agama yang dihadapi serta mampu mengembangkan aspirasi dan menampilkan diri dengan ciri saling menghargai, mandiri, mengetahui tujuan hidup, disiplin dan mampu membuat keputusan yang bijak dalam kehidupannya.

Ketiga : Transformasi sikap Keberagamaan. Sebagai kita maklum Ibadah haji dilaksanakan di tanah suci Makah dan Madinah, dua negara yang menjadi symbol wilayah tanah suci umat Islam. Dua negara tersebut memiliki budaya dan model keberagamaan yang berbeda sesuai latar belakang mazhab yang dianut masyarakatnya. Peradaban madinah berbeda dengan peradaban makkah. Sebab itulah Jamaah yang melaksanakan Ibadah Haji akan memiliki pengetahuan tentang peradaban dua tanah suci tersebut. Selama musim haji seluruh peradaban dunia akan bersentuhan di sana karena seluruh jamaah di dunia akan berkumpul selama musim haji yang ditentukan. Dari asimilasi peradaban dunia tersebut akan membuka cakrawala keagamaan sehingga akan membentuk sikap beragama yang lebih terbuka dan moderat.

Ibadah haji menghendaki umat Islam menjadi orang yang terbuka dalam menerima kebenaran. Walaupun datangnya dari Negara mana saja. Sikap terbuka dalam menerima kebenaran merupakan bentuk edukasi Ibadah Haji. Dalam hal ini Ibadah haji akan mendorong umat islam memiliki rasa ingin berubah kearah yang lebih baik ( desire to chang ). Rasa tersebut akan mempengaruhi pola pikir dan penyikapan dalam semua aspek kehidupan utamanya kehidupan beragama. Dalam kaitanya dengan perubahan sosial, ia akan menjadikan spiritualitas islam menjadi inspirasi yang sangat efektif untuk mendorong perubahan dan mendasari segala aktifitasnya. Ketika hal itu sudah dimiliki maka nilai-nilai islam akan menjadi pedoman dalam hidupnya.

Ibadah haji akan mendorong umat Islam kepada sikap hidup yang adil dan pertengahan ( moderat ).Sikap ini akan mengantitesa munculnya pemahaman radikal dalam memahami dan mengeksekusi ajaran atau pesan-pesan agama. Sikap ini sangat sesuai dengan petunjuk al-Quran ( Qs.Al-Baqarah 143 ) sebagai acuan ekspresi keberagamaan baik pada level pemahaman maupun penerapan, maka secara eksplisit pesan suci ibadah haji menegaskan eksistensi umat yang moderat atau Ummatan Wasathan.

Akhirnya kita berharap Ibadah Haji dalam pasca Pandemik tahun ini memberikan dampak perubahan sesuai visi transformatif Ibadah Haji dalam tatanan dunia global yang sedang kita hadapi. Semoga Jamaah Haji tahun ini mendapat prediket haji mabrur. Amin.[]