TRANSFORMASI LAYANAN UMAT DALAM TATANAN PERUBAHAN

Diposting oleh Zaid, ST 21 Jan 2022, 11:16:12 WIB Opini
TRANSFORMASI LAYANAN UMAT DALAM TATANAN PERUBAHAN

Artikel ini terinfirasi dari thema peringantan Hari Amal Bhakti Kementerian Agama ( HAB ) ke 76 tahun 2022, yaitu “ Transformasi Layanan Umat”, sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI No. 31 Tahun 2021. Thema ini memiliki dimensi inovasi yang sarat makna utamanya dalam menjawab tantangan perubahan dalam kehidupan umat beragama di era disrupsi saat ini.

Mengingat tantangan perubahan merupakan keniscayaan yang amat nyata, Kementerian Agama sebagai lembaga strategis dalam layanan public harus berbenah. Tingkat kesulitan dalam memandu dan melindungi hak-hak dan kepentingan umat terus meningkat, kompleksitas problematika umat beragama terus bermunculan, sehingga mendorong sumberdaya istitusional ini harus cerdas ( smart ) dalam membaca kebutuhan umat beragama. Disamping itu dunia global yang telah menggiring spiritualitas umat beragama terjerembab masuk dalam kubangan moralitas semu yang ambigiu. Langit biru kehidupan beragama seakan-akan diwarnai oleh kelabunya stigma kebenaran akibat lompatan perubahan social yang sangat cepat.

Menghadapi tantangan perubahan tersebut baik yang datang dari dalam maupun dari luar, Kementerian Agama harus mampu membangun inovasi dan semangat baru. Diantara yang dapat kita kembangkan adalah :

Pertama : Inovasi Kolaborasi. Sejak berdirinya Kementerian Agama tanggal 3 Januari 1946, hingga sekarang tentu saja sudah banyak kiprah dan upaya pembangunan agama yang dilakukan. Tahun ini tepatnya tanggal 3 Januari 2022 Kementerian Agama telah genab berusia 76 tahun. Dalam memperingati Hari Amal Bhakti ke 76 tema yang diusung adalah Transformasi Layanan Umat. Tema ini sangat tepat dan prosfektif apalagi disaat umat beragama berada dalam lompatan perubahan yang sangat cepat dalam poros globalisasi yang sangat pesat. Ditambah lagi dalam kondisi bangsa sedang dilanda musibah pandemic Covid-19.

Kementerian Agama merupakan kementerian yang memiliki otoritas dalam membangun agama berdasarkan hak-hak religius seluruh umat beragama. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi otoritanya Kementerian Agama diserahi amanah membangun agama tanpa kecuali. Membangun umat beragama merupakan amanah bangsa yang amat berat. Tetapi karena berdirinya Kementerian Agama merupakan amanah konstitusi dan sebagai realisasi dan penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945, maka amanah tersebut wajib dilaksanakan. Dalam melaksanakan pembangunan Kementerian Agama berpedoman kepada ketentuan juridis sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2: yang berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Untuk melaksanakan amanah konstitusi tersebut maka Kementerian Agama melakukan inovasi kolaborasi dengan semua unsur pemangku kepentingan untuk menggunakan potensi dan kekuatan secara bersama. Upaya-upaya tersebut dituangkan dalam penjabaram misi dan visi Kementerian Agama secara ketat. Agar Kementerian Agama mampu menunjukkan bahwa Kementerian Agama adalah lembaga milik bersama dan dibesarkan secara bersama, maka inovasi kolaborasi penting dilakukan, baik kolaborasi Sumber Daya Manusia ( SDM ) maupun kolaborasi Sumber Daya Tehnologi ( SDT ).

Kedua : Aktualisasi agama dalam pembangunan. Kementerian Agama berupaya menjadikan agama sebagai insfirasi pembangunan. Agama ditempatkan di hati umat dan dihati rakyat secara komprehensif dan menyeluruh ( kaffah ). Agama tidak hanya sebagai ajaran yang diakui kebenarannya, tetapi agama sebagai sesuatu yang bersifat stransenden yang tertanam dalam jantung kehidupan social. Ia menjadi pendorong dan pemeberi solusi dalam memnajawab tantangan pembangunan spiritualitas masyarakat. Dengan itu diharapkan agama dapat menjawab tantangan yang dihadapi dengan tidak hanya sekedar menghadirkan dali-dalil normative agama bahwa agama adalah sesuai dengan konsep tatanan kehidupan modern. Melainkan ide-ide agama dapat dijadikan panduan dalam sikap berbangsa dan bermasyarakat. Yang tidak hanya dalam lingkup kecil seperti keluarga dan peribadi tetapi juga dalam lingkup berbangsa dan bernegara. Hal ini telah terbukti dalam sejarah panjang kehidupan manusia. Dalam realitas historis banyak nilai keagamaan yang telah meresap dalam karakter atau tabiat masayarakat. Cukup banyak perilaku moral positif manusia yang terbangun secara kokoh karena adanya agama.

Oleh sebab itu kekuatan agama harus menjawantahkan dalam pengintegrasian nilai-nilai dalam masyarakat sehingga menjadi sebuah system yang terpadu dan mengukuhkan pemberlakuan nilai tersebut pada pemeluknya. Dengan kata lain agama merupakan sumber motivasi dalam tindakan social berbangsa dan bernegara.

Ketiga : Peneguhan Iman yang transformative. Dalam sejarah agama-agama, Nabi Ibrahim as, bagi seluruh agama semitis diyakini sebagai “ Bapak Orang Beriman”. Keyakinan tersebut mengindikasikan bahwa konsep iman tidaklah dogmatis melainkan paradigmatic. Iman merupakan bentuk idealisme dari edeologi dan amalan, bukan pengakuan terhadap nama atau syariat tertentu. Kata iman yang secara etimologis berarti “percaya”, berkaitan erat dengan “amanah” yakni kepercayaan yang mesti dilakukan umat manusia untuk memberikan solusi terhadap problem dirinya sebagai makhluk multidimensi ( Ahmad Nadjib Burhani : 2001 ).

Sifat paradigmatic itu dan dikaitkan dengan ketentuan amanah, menuntut penerjemahan yang bersifat kontekstual serta terlihat dalam problem umat. Keimanan mesti mampu berdialog dan berkembang berdasar kebutuhan masyarakat, serta menjadi energy yang dapat memperkokoh jati diri umat dalam menghadapi tantangan zaman. Ia tidak diartikan semata-mata sebagai bentuk kepercayaan kepada Tuhan dan dijawantahkan dalam tindakan ritual ibadah vertical, namun mesti lebih bersifat horizontal kemanusiaan yang solutif terhadap problematikan umat. Dengan kata lain Iman harus terlibat dalam kehidupan umat manusia atau meminjam istilah Kontowijoyo, agama harus melakukan kongkritisasi, artinya, ajaran-ajaran abstrak agama mesti dibawa pada realitas kongkrit manusia. Agama mesti berpihak dalam pertarungan antara ma’ruf dan mungkar.

Begitupun iman bila dibawa dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, ia akan berfungsi sebagai petunjuk jalan kebenaran dalam setiap langkah kongkrit kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Menjadi perekat dan pemersatu hubungan kemanusiaan dan menjadi pemandu kehidupan social politik, ekonomi dan budaya.

Demikianlah iman jika dipahami secara pradigmatik dalam kontek pembinaan dan pelayanan umat beragama. Dan inilah yang di bangun Kementerian Agama. Dengan demikian, melalui peringatan Hari Amal Bhakti ke-76 tahun 2022 , layanan umat beragama sebagai fungsi Kementerian Agama dapat membangun semangat baru dalam tatanan perubahan global yang kita hadapi. Amin.[]