PARADIGMA MENGELOLA PENDIDIKAN BER-KESADARAN DI MADRASAH
Menyanbut Hari Guru Tahun 2022 - Bagian 1

Diposting oleh Zaid, ST 25 Nov 2022, 16:10:02 WIB Opini
PARADIGMA MENGELOLA PENDIDIKAN BER-KESADARAN DI MADRASAH

Pendidikan Islam merupakan pendidikan holistic yang mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan, baik dari sisi bathiniyyah maupun dhohiriah, baik dari sisi intelektualitas maupun moralitas, sisi skill maupun value (nilai). Berkembangnya dunia pendidikan yang diiringi dengan pesatnya perubahan social terkadang tidak signifikan dengan keberhasilan dunia pendidikan dalam membangun generasi bermartabat muliya.

Di era globalisasi saat ini, dengan munculnya istilah Revolusi Industri 4.0 (selanjutnya disingkat 4IR) yang sudah dirasakan sejak tahun 2011, telah membawa inplikasi perubahan dalam skala lini kehidupan. Implikasi perubahan tersebut tidak hanya memasuki dunia industri dan politik tetapi juga dalam dunia pendidikan. Apalagi 4IR saat ini menjadi trend besar dan menjadi perhatian utama dunia. 4IR memiliki pengaruh besar pada perkembangan sosial, ekonomi dan politik di setiap negara. Ralf C. Schlaepfer dan Markus Koch menyebutkan bahwa bentuk-bentuk implikasi 4IR akibat perubahan secara fundamental adalah: Internet of Data, Internet of People, Internet of Service dan Internet of Things ( Ralf C.Schlaepfer dan Markus Koch : 2015),

Perubahan global yang terjadi akibat 4IR tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan, khususnya di Madrasah. Sudah diyakini bersama bahwa pendidikan bukan hanya sekedar hak azasi manusia, tetapi juga sebagai alat strategis untuk membangun masyarakat kearah yang lebih baik.

Secara transendensi pendidikan madrasah berfungsi mengarahkan manusia pada pemaknaan hakikat dirinya yang ada secara individual (ens individuale), sosial (ens sociale) dan berlingkungan (ens ecologicus). Pemaknaan tiga dimensi hakikat manusia ini dalam sepanjang sejarah peradaban, terfasilitasi secara signifikan melalui pendidikan. Pendidikan madrasah dan berbagai kegiatannya menjadi wahana terdepan untuk menegaskan kedirian dan keberadaan manusia sebagai manusia, sekaligus memahami dan menghayati dirinya secara manusiawi. Sebagaimana yang dijelaskan Allah swt dalam Surat al-Ahqaaf ( 46 ) : 26 : “Dan sungguh, Kami telah meneguhkan kedudukan mereka (dengan kemakmuran dan kekuatan) yang belum pernah Kami berikan kepada kamu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka, karena mereka (selalu) mengingkari ayat-ayat Allah dan (ancaman) azab yang dahulu mereka perolok-olokkan telah mengepung mereka.( Qs. : 46 : 26 ).

Praksis pendidikan madrasah mesti terarah untuk mengaktifkan secara seimbang antara fisik (hand on), perasaan (feel on), dan pikiran (mind on). Secara taksonomik keaktifan ini menjaga keseimbangan antara kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan, afektif berkaitan dengan sikap dan perasaan manusia, dan psikomotor berkaitan dengan kemampuan mempraktekan atau menjalankan pengetahuan dan perasaaan secara nyata dalam keseharian hidup.

Pada dasarnya, pendidikan madrasah bertujuan untuk: 1) Menolong manusia menjadi pintar; 2) Membuat manusia menjadi baik. Kedua tujuan ini didasari pada argumen yang menyatakan bahwa memang ada perbedaan antara pintar dan baik. Itu sebabnya, pada zaman Plato masyarakat banyak mengonkretkan pendidikan karakter sebagai tujuan dari lembaga pendidikan, yaitu dengan mengimplementasikan materi yang berhubungan dengan moralitas, pengembangan intelektualitas, norma-norma, dan materi akhlak secara seimbang, yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera melalui kecerdasan yang dimiliki sehingga membuat dunia akan menjadi lebih baik. ( Thomas Lickona : 2014),

Untuk mewujudkan pendidikan berkesadaran sangat membutuhkan pengelelolaan yang tepat. Untuk maksud tersebut dibutuhkan manajemen pendidikan berkesadaran sebagai model manajemen holistik. Lalu bagaimana pendidikan berkesadaran itu dapat dilaksanakan khususnya di madrasah ? Paradigma inilah yang akan kita jelaskan dalam opini kita yang singkat.

Mengelola pendidikan ber-kesadaran adalah model manajemen yang memfokuskan pada pengembangan potensi kemanusiaan secara komprehensif, sehingga dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai wakil Tuhan (khalifatullah) untuk membangun dunia berdasarkan pada desain Allah yang terkandung dalam seluruh firman-Nya ( Aihu : 2020). Pendidikan ber-kesadaran sangat berbeda dengan pendidikan di Barat yang konon dianggap maju. Pendidikan di barat yang berpadu dengan modernitas, lebih memfokuskan pembahasannya hanya pada bidang moral yang bersifat pada apa yang dipandang baik pada satu daerah tertentu atau bersifat lokal ( Syamsul Ma’arif : 2007 ). Sementara dalam pendidikan berkesadaran menekankan pada keseluruhan prinsip agama, hukum dan regulasi yang berkaitan dengan moralitas, seperti penolakan terhadap otonomi moral yang tentu tidak sejalan dengan pendidikan moral itu sendiri, dan menekankan aspek ibadah sebagai dorongan (drive) dan motivasi perilaku. Dalam Surah Surah An-Nisa/4 ayat 149, dijelaskan: Jika kamu menyatakan suatu kebajikan, menyembunyikannya, atau memaafkannya suatu kesalahan (orang lain), maka sungguh, Allah Maha Pemaaf, lagi Mahakuasa. ( Qs. An-Nisa : 149 ).

Dari firman Allah swt di atas, dapat di pahami bahwa ada kesamaan konsep antara pendidikan akhlak dan pendidikan berkesadaran. Dengan demikian, konsep pendidikan berkesadaran menekankan pada prilaku (sikap) dan pembiasaan siswa sehingga mampu dengan mudah menumbuhkan perilaku baik tanpa pertimbangan dalam berinteraksi di tengah-tangah masyakat ( Asmaun Syahlan : 2021 ).

Kesadaran merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat. Dari nilai-nilai tersebut akan lahir manusia yang beradab dengan menyadari kemanusiaannya. Nilai-nilai kemanusiaan itu harus tumbuh dalam diri anak didik agar de-humanisasi (sikap tidak beradab ) tidak muncul sebagai akibat pengaruh globalisasi modern.

Salah satu tokoh pendidikan kaliber internasional yang sangat komit memberantas pola de-humanisasi dalam pendidikan adalah Paulo Freire. Dia melihat dampak de-humanisasi yang begitu dahsyat bagi kehidupan, dalam Pedagogy Of The Oppressed-nya (Paulo Freire : 1972 ). Ia mengatakan bahwa kesadaran dan penyadaran merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan. Bertitik tolak dari konsep penyadaran tersebut, Freire menggagas pendidikan pembebasan bagi mereka-mereka yang tertindas melalui konsepsi dialog, komunikasi dan analisa kritis realita. Dalam khazanah pemikiran Islam, Muhammad Iqbal memandang kesadaran sebagai sesuatu yang meminta perhatian kita secara serius ( Muhammad Iqbal : 1975 ).

Upaya mendobrak inplikasi tersebut pemerintah beserta seluruh masyarakat telah sepakat bahwa pendidikan Nasional harus dipertegas haluannya. Diantara yang sedang digalakan adalah melalui pendidikan karakter (character building ). Upaya ini telah dilakukan dengan berbagai strategi yang dituangkan dalam kebijakan pemerintah ataupun dalam program pendidikan Nasional. Namun masih dirasakan belum mampu menjawab tantangan yang dihadapi. Tantangan pendidikan madrasah semakin hari semakin berat terutama merosotnya perilaku etis , moralitas dan akhlaq generasi akibat liberalisasi tehnologi dan revolusi indistri yang menjadi mega trend dunia global. Untuk melengkapi upaya dan strategi, memperkuat fungsi pendidikan madrasah dalam menghadapi tantangan global dan revolusi industry tersebut maka pendidikan ataupun madrasah harus bangkit berinovasi merebut peluang yang lebih besar.

Pendidikan madrasah adalah salah satu wadah atau lembaga yang sangat strategis untuk membangun Sumber Daya Insani ( SDI ) yang unggul. Keunggulan pendidikan madrasah lebih menekankan kepada nilai-nilai moral agama ( baca : islam ). Moralitas islam atau nilai-nilai keislaman adalah menjadi komponen mendasar yang sangat dominan yang menjadi bahan ajar Ilmu penegetahuan sebagai bekal untuk mewujudkan peradaban generasi masa depan.

Sumber Daya Insani ( SDI ) yang dimaksud di sini tentunya yang mampu menghadapi perubahan global 4IR, bukanlah SDI yang “biasa”, namun yang “inovatif dan kreatif”. Sebagaimana diungkapkan Brynjolfsson dkk bahwa sumber daya yang paling langka dan paling berharga di era teknologi digital bukanlah kepribadian biasa, melainkan kepribadian yang dapat menciptakan ide dan inovasi baru. Di masa depan, bakat dan nilai inovatif manusia lebih berharga daripada modal. Nilai inovatif yang menjadi dasar perkembangan dalam penelitian ini adalah kesadaran baru dalam sikap dan tindakan moral dan berakhlak mulia.

Nilai inovasi dan kreativitas adalah salah satu dari enam indikator jiwa dan sikap muliya yang mesti dimiliki dalam diri seorang anak didik dalam pendidikan Madrasah untuk menyongsong era 4IR. Disamping itu sebagai generasi milenial anak-anak madrasah mesti memilik kesadaran tinggi untuk mengamalkan kebajikan yang menjadi buah ilmu dan keterampilan yang diperoleh dari Madrasah. Berdasarkan asumsi sementara , dan banyak laporan dan pemberitaan media yang kita saksikan masih banyak anak-anak usia remaja dan bahkan orang tua yang belum taat dan patuh memenuhi perintah agama dan bersikap atau perilaku muliya dengan kesadaran yang tinggi dalam kehidupannya. Manusia yang memiliki kesadaran termasuk bentuk ungkapan syukur kepada Allah atas ilmu pengetahuan yang diberikan kepadanya sehingga dapat mencapai kesuksesan. Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 190-191 di bawah ini: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.( Qs. Ali Imran : 190-191).

Mengingat Allah adalah salah satu sikap batin yang datang dari kesadaran. Manusia senantiasa mudah terpengaruh dari sikap demikian padahal ukuran kecerdasan sempurna berasal dari ukuran moral agama yang melembaga dan teraktualisasi dalam kehidupannya. Akibat pengaruh ligkungan globaliasi yang tak terkendali, nilai adab yang menjadi simpul keberagamaan manjadi buyar adanya.

Hal ini telah mengakibatkan lemahnya pesan moral agama ( akhlaq, adab dan nilai ketaatan lainnya ) yang tidak menyentuh bathin manusia yang paling dalam yaitu kesadarannya dalam melakukan perbuatan baik. Sebagai konsekuensinya, anak-anak madrasah dituntut memiliki unsur inovatif dan kreatif di dalam dirinya dengan kesadaran yang tinggi untuk menerapkan nilai-nilai moral agama yang dimilikinya. Dan ini merupakan tantangan baru bagi generasi muda di era transisi saat ini. Oleh sebab itu, berangkat dari dasar pemikiran dan asumsi tersebut maka artikel ini dengan focus pada bagaimana mengelola pendidikan ber-kesadaran di madrasah. Hal ini sangat menarik untuk diungkapkan khususnya dalam memperingati Hari Guru Nasional tahun 2022.

Mengelola Pendidikan Berkesadaran

Mengelola pendidikan berkesadaran tak terlepas dari bagaimana penerapan manajemen pembelajaran. Manajemen pembelajaran terdiri dari dua kata, yaitu manajemen dan pembelajaran. Secara bahasa (etimologi) manajemen berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti mengatur. ( Hasibuan, Malayu S. P. 2007 ). Adapun menurut istilah terminologi terdapat banyak pendapat mengenai pengertian manajemen salah satunya menurut Terry manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan SDM dan sumber daya lainnya. ( Syaiful, Sagala. 2013 ). Menurut Sisk mendefinisikan Management is the coordination of all resources throughthe processes of planning, organizing, directing and controlling in order to attain sted objectivies. Artinya manajemen adalah pengkoordinasian untuk semua sumber-sumber melalui proses-proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan di dalam ketertiban untuk tujuan.( Sisk, Henri L. 1999 ). Selanjutnya, mengenai pembelajaran berasal dari kata “instruction” yang berarti “pengajaran”. Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik. ( Mansur : 2009 ).

Jadi manajemen pembelajaran merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan dalam pembelajaran untuk menentukan serta mencapai sasaransasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Hal ini sejalan dengan apa yang didefinisikan Terry, George R. management is a typical process that consists of the actions of planning, organizing and controlling mobilization undertaken to determine and achieve the goals that have been determined other resource utilization ( Terry, George R. 2008 ).

Selain itu Kontz, Harold dan Cyril O’Donnel menjelaskan bahwa management is an attempt to achieve a certain goal through the activities of others through planning, organizing, placement, mobilization and control (manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain melalui perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan dan pengendalian). ( Kontz, Harold & O’Donnel, Cyril : 1997 )

Mengelola pendidikan berkesadaran merupakan suatu proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut sekolah/madrasah sangat penting memahami bagaimana melaksanakan manajemen secara baik, agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu, lembaga pendidikan perlu dikelola secara profesional agar tujuan pendidikan tercapai.

Sebab itu Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan mempertegas, bahwa pembelajaran merupakan proses interaktif peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan kata lain manajemen pembelajaran merupakan usaha untuk mengelola pembelajaran yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.

Manajemen pembelajaran adalah proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber secara efisien untuk mencapai tujuan secara efektif. ( Zazin Nur. 2011.). Dengan demikian dapat juga dikatakan manajemen pembelajaran merupakan seni atau ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dari sini jelaslah bahwa manajemen pembelajaran adalah bidang terapan yang mengacu pada penerapan teori dan praktek manajemen untuk bidang pendidikan atau lembaga pendidikan. Penerapan tersebut dilaksanakan secara holistik dengan mempertimbangkan seluruh asfek dan kondisi internal dan eksternal dengan basis pengetahuan dan tehnologi yang dilandasi dengan nilai moral agama yang tinggi.

Bersambung..........