KORUPSIOLOGI
OPINI

Diposting oleh Zaid, ST 01 Sep 2023, 16:28:30 WIB Opini
KORUPSIOLOGI

Istilah Korupsiologi pernah dimuat di media online tepatnya di Kompasiana.com , pada 6 Januari 2012 dan 25 Juni 2015, dengan judul "Sepertinya Negeri Ini Pantas Mengembangkan Ilmu Korupsiologi", Ide ini dipahami sebagai ide asal bunyi alias asbun, karena memang sampai saat ini belum ada cabang Ilmu pengetahuan khusus tentang Korupsi.

Karena itu, bisa dipahami ketika muncul ide asbun di atas barangkali agar bangsa Indonesia menjadikan korupsi sebagai sebuah disiplin ilmu dengan nama Korupsiologi. Istilah ini berasal dari kata korup dan logos, yang artinya ilmu yang secara khusus mempelajari segala sesuatu terkait dengan bagaimana caranya menilep dan mengambil apa yang menjadi milik orang lain ( baca : negara ), menyembunyikan jejak, dan mencari jalan tipu muslihat untuk membebaskan diri dari jeratan hukum.

Ide Asbun ini mempunyai harapan bahwa ilmu korupsiologi bisa dipelajari sejak di Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi sebagai sebuah bidang ilmu yang netral. Artinya, siapa pun warga negara Indonesia wajib mempelajari ilmu ini entah nanti mau menjadi koruptor, aparat penegak hukum, advokat, agar korupsi sungguh-sungguh menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan seluruh anak bangsa.

Dalam ilmu sosial kita mengenal istilah sosiologi, dalam ilmu jiwa kita kenal pula istilah Psykologi dan dalam ilmu Fisika kita kenal dengan istilah Fisiologi dan banyak istilah lainnya yang menggunakan padanan kata logi yang menjelaskan sesuatu melalui konsep ilmu pengetahuan atau cabang ilmu pengetahuan. Kata logi itu sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu logos mengandung arti buah fikiran, pertimbangan nalar dan pengetahuan ( J.D.Douglas :1992 ). Jadi istilah korupsiologi dalam artikel ini adalah ilmu pengetahuan tentang korupsi dan bagaimana kita menyadari bahwa korupsi adalah sikap dan perilaku tercela yang pembunuhan masa depan bangsa.

 

 

Istilah korupsiologi belum kita temukan dalam khazanah hukum di Indonesia, kalaupun ada itu hanya sekedar ide yang dianggap asbun sebagaimana kita sebutkan diatas. Istilah ini hadir sebagai refleksi penulis dalam membaca kondisi sebagian pejabat di negeri ini yang menjadikan korupsi sebagai budaya jabatan ( job culture ). Dalam berbagai pemberitaan dan medsos tidak hentinya informasi yang kita saksikan kejahatan korupsi di tanah air. Walaupun sudah banyak aksi dan solusi yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya pencegahan, namun belum dapat memberikan pengaruh yang signifikan.

Dalam artikel singkat ini penulis mencoba menegaskan bagaimana kita memahami korupsi di tengah maraknya pencegahan korupsi dalam masyarakat kita di Indonesia. Dengan kata lain bagaimana memahami korupsi dalam pandangan ilmu pengetahuan terutama dikalangan para pejabat negara, para elit politik, dan para pengusaha di Indonesia. Pemahaman ini semakin penting karena korupsi itu terjadi pada umumnya dalam kalangan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni.

Dalam isu-isu modernisasi-globalisasi yang berkembang saat ini, terdapat banyak kerumitan sosial yang terjadi akibat desakan perilaku a-moral yang tak terkendali. Banyak manusia modern seakan-akan kehilangan harapan akibat gejala sosial yang cenderung kontradiktif dengan aturan moral. Kecenderungan ini dapat dikatakan sebagai penyakit moral-sosial ( social moral disease ). Diantara penyakit moral-sosial itu adalah korupsi. Dari sisi manapun, baik agama maupun aturan bernegara korupsi merupakan pelanggaran norma yang merugikan. Ia termasuk kejahatan non fisik yang harus diperangi.

Menurut laporan Asian Development Bank (ADB) bahwa korupsi telah melibatkan banyak pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan. Perbuatan mereka adalah melawan hukum yang membahayakan negara.

 

Sebab itu dalam UU No. 20 Tahun 2001 disebutkan bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.

Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang. 2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu. 3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungankeuntungan tertentu. 4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasiintimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional. 5. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya. 6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara. 7. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah. 8. Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18): 9. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa. 10. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 11. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 12. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi. 13. Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian / hadiah yang berkait dengan jabatan. ( Wahyu Susanto : 2017 ).

Korupsi adalah extra ordinary crime yang pemberantasannya menjadi perhatian khusus banyak kalangan. Di indonesia korupsi sudah menjdi gejala-gejala sosial yang sangat memperihatinkan. Ini ditandai dengan banyaknya para pejabat negara dan bahkan penegak hukum itu sendiri yang melakukan korupsi, walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan untuk aksi dan solusi pencegahan. Dan bahkan gerakan reformasi di bidang hukum dan peranannya di masyarakat telah dilaksanakan pula secara gradual yang dimulai dengan dilakukannya Perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan diikuti perundang-undangan lainnya secara berkelanjutan.( Sunaryati Hartono : 1991).

Sejalan dengan gerakan reformasi yang terus berjalan, proses transformasi masyarakat ke arah perbaikan hukum pun ikut dilakukan secara simultan. Komitmen bangsa Indonesia memutuskan bahwa korupsi sebagai kejahatan hukum harus dijadikan musuh negara. Jika tidak dikhawatirkan kejahatan lain akan tumbuh dengan sendirinya. Dalam hal ini istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme alias KKN akan terus merebak. Sebagaimana baru-baru ini Hakim Agung Sudrajat Dimyati melakukan jual beli keadilan di pengadilan. Tantu peristiwa ini sangat memalukan institusi bergengsi ini di mata dunia. Sebagai hakim Agung di KPK seharusnya ia menjadi garda terdepan pencegahan korupsi, namun kenyataannya ia malah menjadi pelanggar hukum. Sehubungan dengan kejadian tersebut bagaimanakah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) di mata Hakim? Dalam artikel yang singkat ini penulis ingin menjelaskan dalam persfektif lain yaitu dalam kajian keilmuan sosial masyarakat masa kini.

Dalam prinsip perhakiman seorang Hakim Agung dan haikim-hakim lainnya, mereka adalah solutif bagi persoalan hukum. Namun pada kenyataannya mereka ( oknum ) adalah bagian dari masalah. Padahal dalam pandangan masyarakat mereka adalah tempat mengadu, berlindung dan mencari keadilan hukum. Hakim adalah orang yang diangkat oleh kepala Negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-perselsihan dalam bidang hukum perdata oleh karena penguasa sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas peradilan ( Muhammad Salam Madkur :1993). Menurut undang-undang Republik Indonesia No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut ( UU.RI No 48 tahun 2009 ).

Peran hakim dapat berupa pelaksanaan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan penemuan hukum dan penciptaan hukum dalam memutuskan perkara in concreto. Sekurang-kurangnya terdapat beberapa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan para Hakim secara bertahap agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, yaitu : (1) Mengkonstatasi tentang terjadinya suatu peristiwa yakni hakim menetapkan terjadinya peristiwa konkret berdasarkan bukti-bukti yang ada. Hakim sangat dituntut kemampuan untuk mengidentifikasi isu hukum secara tepat. Tidak dapat disangkal adakalnya pencari keadilan mengajukan persoalan seolah-olah sarat dengan masalah hukum namun sesungguhnya bukan masalah hukum. (2) Mengkualifikasi dalam hal ini berupaya menemukan hukumnya secara tepat terhadap perisitiwa yang telah dikonstatir dengan jalan menerapkan peraturan hukum terhadap peristiwa tersebut. Setelah isu hukum diperoleh, dilanjutkan dengan menetapkan norma hukum sebagai premis mayor yang tepat.

Sebagaimana yang telah kita ungkapkan diatas bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum. Tindakan korupsi memiliki unsur-unsur mudharrat/pengrusakan bagi seseorang, masyarakat dan negara. Diantara unsur tersebut adalah : Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau masyarakat. Kedua, melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima, merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.

Dengan demikian jelaslah bahwa korupsi adalah musuh bangsa yang yang harus diperangi. Perang ini sudah lama dimulai namun belum cukup kuat amunisi yang digunakan. Amunisi itu ada pada diri dan peribadi setiap orang atau pejabat dan ada pada setiap warga negara. Amunisi itu adalah niat yang kuat untuk menghindarinya. Jauhkan diri dari nafsu serakah yang tak bertepi. Pandanglah diri bahwa kita akan mati di telan bumi. Dengan semangat itu kita berharap mudah-mudahan negeri ini terhindar dari kejahatan korupsi dan kita bangkit menjadi negeri yang mandiri dan berbudaya tinggi. Amin.[]