SPIRIT ISRA DAN MIRAJ BAGI TRANSFORMASI KEUMMATAN
PERINGATAN HARI BESAR ISLAM 27 RAJAB 1444 H

Diposting oleh Zaid, ST 14 Feb 2023, 11:21:43 WIB Opini
SPIRIT ISRA DAN MIRAJ BAGI TRANSFORMASI KEUMMATAN

Keterangan Gambar : Muhammad Nasir


Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari masjidil Haram ke masjidil Aqso, yang kami berkati sekelilingnya untuk kami perlihatkan padanya tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Allah swt, Maha Mendengar lagi Maha Melihat ( Qs.Al-Isra’ ; 1 ).

Bagi umat Islam peristiwa Isra’ dan Mi’raj tidak sekedar peristiwa sejarah perjalanan spiritual Rasul Muhammad saw dari masjidil haram ke masjidil aqso lalu naik ke sidratul muntaha, tetapi merupakan peristiwa penting bagi gerakan imaniyah dalam proses penyempurnaan penghambaan kepada Allah swt. Isra’ dan Mi’raj adalah peristiwa langit dan bumi untuk menunjukkan kesempurnaan kebesaran Allah swt kepada seluruh jagat alam ciptaan. Peristiwa tersebut juga sebagai ungkapan bahwa manusia memiliki tujuan hidup yang sangat muliya.

Kehidupan manusia di bumi bersifat dinamis. Dinamisasi tersebut harus digerakkan oleh energi spiritual atau iman agar selalu berada dalam pusaran taqwa. Inilah hikmah utama mengapa peristiwa Isra’ dan Mi’raj diabadikan dalam Al-Quran sebagaimana firman Allah swt, yang kita kutip diatas.

Jika kita dalami lebih jauh, peristiwa Isra’ dan Mi’raj terutama dalam kaitannya dengan kehidupan ummat hari ini, maka peristiwa luar biasa ini memiliki pesan spiritual yang amat dalam yang dapat melahirkan semangat baru untuk mengimbangi nilai-nilai perubahan sosial dan moral yang terjadi. Sebagai mana kita maklum, dengan terjadinya lompatan perubahan dalam kehidupan umat sa’at ini akibat kemajuan tehnologi modern, yang telah bertransformasi dari kampung lokal ( local village ) menjadi kampung global (global village ) dengan segala tantangannya. Oleh sebab itu umat Islam khususnya dan masyarakat umumnya, dituntut mempersiapkan kekuatan spirit baru dalam mengharungi kehidupan ini dengan memperkuat transendental-imaniyah yang lebih berdaya dan sempurna. Jika tidak kampung global tempat kita tinggal sa’at ini menjadi ancaman bagi keimanan itu sendiri.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj dapat dijadikan modal spiritual dalam transformasi keummatan dalam kehidupan. Hal ini dimungkinkan karena di dalam peristiwa tersebut mengandung nilai dan energi imaniyah yang dapat menggerakan semangat persaingan untuk lebih maju. Telah banyak gerakan tranformasi sosial yang terjadi di berbagai negara, namun tidak berangkat dari transformasi nilai imaniyah. Umpamanya saja Jepang, dan negara-negara macan Asia ( Taiwan, Korea, Hongkong dan Singapura ), sering disinyalir bahwa semangat pembangunan yang dilakukan sangat erat kaitannya dengan “Semangat Naga” ( dragon spirit ) serta Confusianisme dengan pembangunan ekonomi, sosial dan budaya. Nilai-nilai moral yang terkandung dalam semangat naga telah menjadi bagian dari perjuangan hidup mereka ( Didin S.D, 1995 ).

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana dengan nilai-nilai Isra’ dan Mi’raj yang kita peringati setiap tahunnya, mampukah menjadi spirit baru dalam tranformasi keumatan di negeri ini ? Inilah yang ingin penulis bentangkan dalam artikel singkat ini.

Jika kita baca sejarah kehidupan Rasulullah, saw (Sirah Nabawiyah), sebelum peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi, Rasulullah, saw mengalami keadaan duka cita yang mendalam. Beliau ditinggal oleh istrinya tercinta, Khadijah yang setia menemani dan menghiburnya di kala orang lain mencemoohnya. Lalu beliau juga ditinggal oleh pamannya sendiri, Abu Thalib yang (walaupun kafir) tetapi dia sangat melindungi aktivitas Nabi, saw. Tahun itu disebut “amul huzni” (tahun kesedihan / years of sorrow). Sehingga masyarakat kafir Quraisy semakin leluasa melancarkan intimidasinya kepada Nabi, sampai-sampai orang awam Quraisy pun berani melemparkan kotoran ke atas pundak Rasulullah, saw.

Kejadian itu menyebabkan menurunnya kondisi psikologis Rasulullah saw, terutama dalam menghadapi tantangan sosial ketika itu. Sementara perkembangan masyarakat saat itu menghendaki kebangkitan baru yang tak dapat ditunda. Perubahan sosial masyarakat Jahiliyah mengalami ketimpangan dan merasa tidak nyaman dengan ajaran iman yang beliau bawa. Masyarakat jahiliyah menginginkan nabi Muhammad, saw berhenti mengembangkan ajarannya, sementara Rasulullah saw, menghendaki spirit imaniyah dapat menjadi lokomotif atau penarik gerbong dari berbagai transformasi atau perubahan dalam kehidupan umat manusia. Nah, agar menjadi lokomotof atau gerbong penarik bagi transformasi keumatan bagi umat saat ini, beberapa langkah strategis yang dapat kita tawarkan adalah :

Pertama; Menjadikan Spirit Isra’dan Mi’raj sebagai Titik Gerak Fungsional.

Spirit Isra’ dan Mi’raj hakikatnya adalah ruh iman yang dapat menjadi modal pembangunan keummatan. Saat ini gerakan perubahan dalam kehidupan umat sangat membutuhkan semangat baru yang lincah agar sendi kekuatan moral dan akhlaq tidak berubah akibat perubahan sosial yang terjadi. Ruh iman harus diwujudkan dalam format gerak, sehingga tidak kehilangan oura dan elanvitalnya. Posisi ini dapat dilakukan dalam tiga kategori yaitu; Pertama, memantapkan peran agama dalam memberi insfirasi dan spirit bagi proses tumbuhnya transformasi keumatan, kedua ; Menguatkan nilai dan norma keimanan dalam proses perjalanan transformasi keummatan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas agama ( baca : Islam ) dan ketiga; mengukuhkan atau memberi legitimasi spiritul terhadap syahnya perubahan keummatan yang terjadi dalam masyarakat.

Ketiga kategori tersebut dilakukan secara konsisten dan istiqamah sehingga transformasi keummatan tidak lari dari nilai agama. Dari sini pula titik gerak fungsional dapat dilakukan. Sehingga gerakan perubahan dapat terawasi dengan nilai luhur keimanan yang sempurna.

Perjalanan Isra’ dan Mi’raj merupakan perjalan strategis dalam memandu perubahan sosial yang terjadi. Nilai yang terkandung dalam peristiwa itu menjadi modal spiritual dalam transformasi keummatan. Nilai tersebut adalah nilai iman yang menjadi prasyarat ketqwaan. Hal ini penting, karena problem transformasi keumatan harus senantiasa bergerak sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Karena itu spirit imaniyah harus up to date dengan makna dan nuansa baru. Ia akan tetap menjadi posisi utama sebagai pemandu pertumbuhan dan perubahan masyarakat bila makna-maknanya terus diperbaharui sesuai dengan tuntutan yang lebih etis dan maslahat.

Nilai-nilai imaniyah yang terkandung dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj telah dicontohkan Rasulullah saw, dalam proses tranformasi keumatana ketika itu. Ini dibuktikan dengan penegasan bahwa dalam menjalankan perintah Allah swt tidak dapat ditawar, wajib dilaksanakan dengan tegas dan benar. Artinya apa yang dicontohkan beliau merupakan bentuk kokohnya keyakinan sehingga apapun yang diperintah Allah swt, wajib ta’at, patuh dan dilaksanakan dengan ikhlas walaupun tranformasi sosial terus mengalami perubahan.

Dalam keta’atan terdapat kekuatan spiritual yang menjadi mesin penggerak kehidupan yaitu spirit imaniyah. Sebab itulah perjalanan Isra’ Mi’raj juga disebut sebagai perjalanan spiritual. Spirit imaniyah tidak dapat terjadi pada jiwa yang kotor. Maka sebelum Rasulullah saw, mengalaminya beliau dipersiapkan terlebih dahulu kebersihan zahir dan bathinnya. Peristiwa ini tergambar dalam riwayat yang sahih. Pada suatu malam, malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil turun ke bumi, menghampiri Rasulullah. Dengan secepat kilat, ketiga malaikat perkasa itu langsung membawa Nabi ke sumur Zamzam di dekat Kak’bah dengan penuh kesantunan dan kelembutan. Mereka memohon kepada Nabi agar beliau berkenan menelentangkan tubuh demi mempermudah “ritual” pembelahan dada, yang akan dilakukan sebagai persiapan lahir-batin demi menjelajahi alam semesta yang tak pernah dialami oleh satupun makhluk di alam dunia (Al-Hasaniy;1980).

Tak lama Mikail langsung membawakan wadah terbuat dari emas berisi Air Zamzam yang diminta Jibril . Dengan penuh khidmah, Jibril membasuh hati dan dada Nabi menggunakan air zam-zam dalam wadah emas tersebut. “Segumpal darah hitam ini adalah bagian setan darimu, Ya Muhammad,” terang Jibril kepada Nabi. Setelah itu, Jibril mengeluarkan wadah yang penuh beirisi iman dan hikmah. Ia menuangkan seluruh isi dalam wadah tersebut ke hati Nabi, sehingga ilmu hikmah, ilmu yakin, dan

Islam telah mengkristal dalam hati mulia Nabi Muhammad (Ad-Dardir; 2018). Sejak itu Rasulullah saw, memiliki kekuatan zahir dan batin dalam melakukan transformasi keumatan menuju umat yang beriman dan bertaqwa.

Kedua ; Transformasi Lahir dan Bathin.

Sebagai makhluk dinamis, manusia selalu menghendaki perubahan kearah yang lebih baik. Baik zahir maupun batin secara seimbang menuju tujuan dan makna hidup yang lebih sempurna. Inilah transformasi, perubahan dan gerakan yang menjadi tuntutan agama. Tanpa adanya gerakan sesuatu akan dinilai sebagai benda mati. Demikian pula dengan agama ( nilai iman ) dalam tubuh umat. Dr.Sir Muhammad Iqbal pernah mengatakan, Ijtihat ( usaha untuk terus mencari yang baru, untuk selalu merenovasi dan membangun kehidupan ) merupakan prinsif gerak dalam islam.

Tiap detik kehidupan melahirkan kemenagan. Ilahi, kata Iqbal, berarti terus diliputi kekuatan, tidak pasif, tidak menunggu. Sebab itulah peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan peristiwa transformasi lahir bathin yang dipersiapkan Allah swt, untuk Muhammad saw. Persiapan lahir-batin diperlukan untuk menempuh dahsyatnya rihlah semesta dan menyaksikan tahta-Nya. Allah swt, ingin memperlihatkan tanda-tanda kebesarannya di ufuk barat dan timur agar Muhammad saw, merasakan tidak terhingganya Rahmat dan karunia Allah yang diberikan.

Dahsyatnya tantangan perubahan yang akan terjadi tidak dapat dihindari. Sebab itu persiapan iman lebih kuat suatu kemestian. Iman yang menjadi sasaran perjalanan Isra’ dan Mi’raj harus menyatu ke dalam zahir dan batin. Hanya dengan modal itu perjalanan hidup dapat ditempuh dengan mudah. Iman yang kuat dan terpatri dalam zahir dan batin akan menimbulkan rasa aman dimana dan kapan saja manusia berada. Sebab iman yang berasal dari bahasa arab itu mempunyai akar kata dengan kata “aman” dan “amanah”. Iman lebih berkonotasi sebagai kata kerja, yaitu sikap religius dimana seseorang secara sadar dan yakin mempercayakan keamanan hidupnya kepada Allah swt. Karena Allah swt yang diyakininya adalah satu-satunya zat yang Maha Kuasa dan maha pengasih lagi maha Penyayang, sehingga hanya kepada-Nya seseorang yang beriman menyandarkan makna dan tujuan hidupnya. Sikap iman seperti itu merupakan transformasi lahir bathin dalam menuju kenyamanan dan kenikmatan hidup yang sesungguhnya. Oleh sebab itu bagi seorang mukmin rasa aman dan tentram yang hakiki tidak akan didapat kecuali dengan cara menyandarkan hakikat kehidupan ini kepada Allah swt.

Ketiga; Jadikan sholat sebagai etos keunggulan

Sholat adalah ibadah utama dalam Islam. Seluruh ibadah diperintahkan melalui perintah Allah swt yang diturunkan berupa wahyu kepada Rasulullah, tetapi perintah sholat dijemput langsung Rasulullah saw ketika peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Begitu utamanya sholat sehingga seluruh amal ibadah dikatakan baik apabila sholat seseorang baik, sebaliknya seluruh amal ibadah dianggap buruk apabila sholat seseorang buruk.

Sholat adalah tiang agama, dan Allah swt mewajibkannya kepada umat islam sebanyak lima kali sehari semalam pada waktu-waktu tertentu. Sholat merupakan ungkapan ketundukan kepada Allah swt dan membangun hubungan antara khalik dan makhluk. Dengan demikian sholat adalah ibadah pokok dan utama dari seluruh ibadah yang diperintahkan Allah swt kepada manusia. Begitu pentingnya sholat sehingga Ath-Thusi dalam Al-Luma’ menyebutkan bahwa sholat adalah maqam yang menghimpun banyak rahasia yaitu washlah ( penghubung), qurb ( kedekatan ), haibah ( rasa segan ), khasyah ( rasa takut ), ta’zhim ( mengagungkan ), waqar ( ketenangan ), musyahadah ( penyaksian ), muraqabah ( merasa diawasi ), israr ( bisikan rahasia ), munajat dan berdiri dihadapan Allah swt, menerima-Nya dan menolak selain Dia ( Dr.Karam Amin Abu Karam : 2020 ).

Dalam pandangan tersebut sholat adalah ibadah yang sangat menentukan kualitas seorang hamba di hadapat Allah swt. Maka sangat tepat jika kita menilai seseorang melalui standar sholat. Artinya yang paling unggul dalam kehidupan agama adalah yang paling baik sholatnya. Dengan demikian menjadikan sholat sebagai etos keunggulan suatu keniscayaan. Etos berasal dari kata en dan theo yang berarti di dalam dan Tuhan, maka etos memberikan makna bahwa segala tindakan diawali atau di dasarkan pada kehendak untuk mengabdi kepada Allah swt. ( KH.Toto Tasmara : 2010 ).

Ummat yang unggul dalam pandangan ini adalah umat yang memiliki etos sholat yang tinggi. Sholat menjadi jantung kehidupannya. Sholat menjadi energi gerak setiap peribadi untuk melahirkan semangat kerja, semangat belajar dan semangat juang untuk menjadi ummat terbaik. Seluruh rangkaian kehidupannya hanya untuk mengabdi ( ibadah ) dan bahkan matinya hanya dipersembahkan hanya untuk Allah swt, iyyaka na’budu wa iyyaka nasta‘in.

Akhirnya kita berharap, dalam momentum peringatan Isra’ dan Mi’raj 1444 H/2023 tahun ini, umat Islam khususnya dan masyarakat umumnya menjadikan nilai-nilai Isra’ dan Mi’raj sebagai modal spiritual untuk membangun umat terbaik ( khaira ummatan ) dalam mengharungi transformasi dunia global yang sedang kita jalani. Amin.[]