BENCANA YANG MENCERAHKAN
Hikmah

Diposting oleh Zaid, ST 17 Feb 2021, 15:05:05 WIB Opini
BENCANA YANG MENCERAHKAN

Dalam sebuah forum yang amat penting yaitu, Global Forum on Ecology and Powerty, yang diselenggarakan di kota Dhakka tahun 1993 , Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB ( UNEP ) mengatakan “ Dunia kita berada di tepi kehancuran lantaran ulah manusia” ( Jurnal Islamika : 1994 ). Pernyataan ini sangat mengejutkan dan sesuai dengan apa yang dijelaskan Al-Quran dalam surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” ( Qs. Ar-Rum 41 ). Empat belas abat yang lalu Al-Quran telah mengingatkan manusia bahwa kerusakan alam disebabkan oleh tangan-tangan manusia. Informasi ini diperjelas lagi dengan munculnya berbagai bencana alam yang kita saksikan di berbagai belahan dunia saat ini , termasuk di Indonesia.

Bencana alam akan menyebabkan kerusakan tanpa akhir. Menurut para pakar lingkungan kerusakan alam ini sudah dimulai sejak abat pertama ( kelahiran Nabi Isa as ). Kerusakan ini membesar dan menguat setiap tahun. Dan kini di abat millennium ke tiga kerusakan / bencana alam akan semakin mengkhawatirkan. Dalam Bahasa Tarnas semakin hari semakin mengganas.

Sangat nyata bahwa kehidupan alam raya yang sedang kita huni saat ini sedang mengalami problem yang cukup serius. Menurut petunjuk Al-Quran dan pendapat diatas , sekan-akan manusia telah merubah perannya sebagai pembawa laknat dan bencana bagi sekalian alam . Dan ini semua adalah akibat uluran tangan peradaban modern yang menjamanya, padahal manusia adalah makhluk yang amat muliya posisinya yaitu sebagai khalifah di bumi.

Kehadiran manusia di bumi pada dasarnya adalah sebagai pemelihara yang membawa rahmat bukan pembawa bencana dan laknat bagi sekalian alam. Sebab itu manusia harus menyadari bahwa ia adalah yang paling mengerti dengan fungsi kehadirannya di bumi. Manusia diberikan potensi untuk mengelola dan memelihara alam semesta ini. Karena Allah swt telah menitipkan amanah kepada manusia untuk memelihara dan merawat alam ini. Sebab itu manusia wajib bertanggung jawab atas kerusakan alam tersebut. Jika tidak , maka alam semesta dapat berubah menjadi bencana yang menakutkan. Tetapi sebaliknya jika manusia dapat menjaga dan memelihara alam ini dengan baik, maka manusia akan menikmati keindahan dan manfa’atnya bagi kebaikan manusia itu sendiri. Disinilah pentingnya pengendalian sifat serakah dalam mengeksploitasi alam.

Menurut Mander dan Goldsmith ( Herman Sowewandi : 1999 ), globalisasi menjadikan kerusakan bumi semakin menghebat. Strategi keunggulan komparatif ( comparative atvantage ) menjadikan tantangan semakin berat , sehingga seluruh system produksi dan kebutuhan global melibatkan alam yang tak berdosa , kerusakan hutan yang dahsyat, polusi udara yang kian gawat, air bersih yang semakin sulit, kesemuanya terjadi karena tangan manusia. Dalam bahasa agama ( baca: islam ) akibat keserakahan manusia sebagai makhluk bumi.

Dengan membaca laporan dari berbagai media baik nasional maupun internasional, dunia sekarang sedang mengalami bencana global (global disaster ). Kita tidak akan menunjukkan data yang terjadi di belahan dunia mana. Namun jika kita simak dan saksikan dalam berbagai pemberitaan di tanah air telah banyak terjadi berbagai bencana yang melanda, mulai dari gempa bumi di Pulau Jawa sampai kepada banjir dan angin taufan yang membahayakan. Semua kejadian itu adalah peristiwa alam yang tak dapat dihentikan dengan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Kejadian tersebut dalam bahasa agama ( baca : islam ) sering disebut dengan musibah.

Menurut para ulama seperti al-Asfahani , musibah mengandung arti ar-Ramyah atau lemparan yang kemudian digunakan untuk pengertian bahaya, celaka atau bencana ( Tafsir tematik : 2012 ). Sementara ulama yang lain seperti al-Qurtubi mengartikan musibah sebagai apa saja yang menyakiti dan menimpa diri orang mukmin atau sesuatu yang berbahaya dan menyusahkan manusia meskipun kecil. Sebagaimana Nabi SAW , suatu malam membaca : “ Innalillah wa inna ilaihi rajiun ( sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadanyalah kami kembali ), Para sohabat bertanya; Apakah ini termasuk musibah ya Rasulullah ?” Nabi SAW menjawab; Ya, Apa saja yang menyakiti orang mukmin disebut musibah”.

 

 

Musibah dapat terjadi karena izin Allah swt, hal ini dijelaskan Allah dalam surat al-Taghabun : 64 : 11, yang artinya : “Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ( At-Taghabun : 11 ).

Musibah yang terjadi sepenuhnya ada dalam pengetahuan Allah swt, dan diantara tujuannya adalah agar manusia tidak putus asa manakala tertimpa musibah, sebaliknya tidak berbangga diri manakala mendapat anugerah. Hal ini dijelaskan Allah swt, dalam Qs. Al-Hadid : 57 : 22-23 yang artinya : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri ( al-Hadid 22-23 ).

Dari petunjuk Al-Quran dan pendapat para ahli yang kita sebutkan, maka sudah sa’atnya manusia kembali menyadari, bahwa kehidupan ini akan berakhir dengan kehancuran. Petaka alam raya sudah menunjukkan tanda-tanda yang nyata. Tehnologi tidak mampu membendungi bencana , sebab jika tehnologi mampu membendungi bencana mungkin tak adalagi banjir yang melanda , angin taufan yang meluluh lantakan rumah-rumah penduduk, gunung meletus yang terus bereaksi. Tetapi semua itu terjadi tanpa bisa dihentikan oleh makhluk di bumi. Untuk itu tidak ada jalan lain yang mesti kita lakukan yaitu taubat personal, taubat nasional dan taubat global. Hanya dengan itu , bencana yang melanda negeri ini dapat memberikan hikmah untuk kita jadikan sebagai pembelajaran dan pencerahan bagi yang kita .[]