BERAGAMA NEW NORMAL
Hikmah

Diposting oleh Zaid, ST 30 Mei 2020, 08:27:39 WIB Opini
BERAGAMA NEW NORMAL

Dalam kondisi apapun agama dalam kehidupan ini tidaklah statis dan konstan. Ia berkembang memberikan petunjuk bagi kehidupan manusia. Agama hadir sebagai tali penghubung antara Tuhan dan manusia, sebagai pemandu antar kehidupan makhluk-Nya. Agama mengajarkan bahwa manusia harus yakin bahwa agama memandu jalan keselamatan menuju kehidupan akhirat, yakni hidup setelah mati. Sejak agama turun sejak itu pula manusia meyakini dan melaksanakan perintah agama yang menjadi kewajiban dalam hidupnya. Lebih dari itu , sebagai orang beriman , agama adalah rahmat, kasih Tuhan, dan sumber makna kehidupan bagi manusia.

Dalam menjalankan perintah agama, manusia dipandu untuk melakukan ritual agama, dalam Islam disebut dengan ibadah. Seorang muslim akan mengikuti syari’at yang telah ditentukan oleh kitab suci dan Rasulnya serta sumber hukum lainnya yang telah di ajarkan oleh para ulama. Dalam agama Islam ibadah yang dilakukan adalah dalam upaya membangun keimanan untuk menjadi manusia yang baik yakni hamba yang saleh. Dalam khazanah Islam , kesalehan merupakan cermin perilaku yang menggambarkan keseluruhan peribadi seseorang yang telah mengamalkan seluruh ajaran dan syari’at secara totalitas ( kaffah ) tanpa ada keraguan. Perilaku totalitas ( Totality Behavior ) merupakan perilaku yang lahir dari ketaqwaan dan keimanan yang kuat. Perilaku ini lahir sebagai akibat dari ketaatan beribadah dalam mengikuti perintah agamanya. Untuk menjadi peribadi yang saleh bukanlah hal yang mudah, ia membutuhan upaya kesungguhan dan keinginan yang kuat dari sanubari yang paling dalam dengan kesadaran murni ( ikhlash ) , bukan dipaksanakan dari luar.

Dalam syariat Islam ibadah merupakan perintah utama untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Diantara banyak ibadah dalam islam, terdapat ibadah yang dilaksanakan dengan cara banyak orang ( berjamaah ) seperti sholat berjamaah dan Ibadah haji. Disamping itu Ibadah memiliki waktu dan tempat, seperti sholat tempatnya paling utama adalah di Masjid dan ibadah haji tempatnya di Makkah atau tanah suci. Ibadah-ibadah utama seperti ini tidak dapat dilaksanakan secara normal karena dibatasi oleh aturan protocol kesehatan karena untuk menghindari penularan virus Civid-19. Dengan mengikuti aturan dan prosedur protocol kesehatan, ibadah tetap dapat dilaksanakan, walaupun dalam kondisi tidak normal dalam arti banyaknya aturan ( memakai masker, cuci tangan , jaga jarak dll ) yang harus dilaksanakan sebelum dan sesudah melaksanakan ibadah. Begitu juga dalam agama lain di luar islam seperti Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

Membangun ketaatan beragama dalam kondisi tidak normal membutuhkaan perjuangan dari umat beragama. Tidak cukup hanya dengan factor keikhlasan ( factor internal ) tepai harus diikuti pula dengan kesadaran eksternal yaitu kesediaan menerima kondisi di luar diri ( lingkungan ) dimana seseorang berada. Lingkungan sangat mempengaruhi kondisi batin seseorang. Apabila tidak mampu menyikapi lingkungan maka dapat dipastikan sulit seseorang untuk melakukan ibadah yang diperintahkan Agama. Dan bahkan bisa menjadi sumber konflik kesadaran dalam beragama. Karena itu orang yang mampu menyikapi lingkungan, dengan tetap melakukan perintah agama dengan baik termasuk orang-orang yang bahagia. Sebagai mana Nabi saw, pernah bertantanya kepada para sohabat,” tahukah kalian siapakah orang yang bahagia itu ? Sohabat menjawab Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui ya Rasulullah, maka Rasulullah bersabda” Orang bahagia adalah orang yang dianggap aneh, “fatuba lil- ghuraba,” Beliu bersabda ; “alladzi na yushlihuuna idza fasadannas”, yaitu orang-orang saleh ditengah-tengah banyak manusia yang rusak ( situasi tidak normal atau krisis ). Ini artinya dalam kondisi apapun melaksanakan perintah agama atau ibadah tidak boleh berhenti dan bahkan harus hidup, tumbuh dan berkembang walaupun dalam kondisi tidak normal atau krisis.

Menyikapi situasi dan kondisi yang sedang dialami negara –negara dunia umumnya dan Indonesia khususnya akibat wabah Covid-19 yang tidak kunjung berakhir, dan bahkan menurut analisah para ahli akan berlangsung lama, maka pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan tatanan kehidupan baru yaitu penerapan New Normal. Terminologi new normal pertamakali diciptakan dan diperkenalkan oleh Roger Mcnamee (2004), seorang investor teknologi paling sukses belakangan ini. Dalam karyanya, “The New Normal: Great Oportunities in Time of Great Risk”, ia menjelaskan lima belas aturan dalam berinvestasi agar dalam kondisi krisis tetap bertahan. ( Roger Mcnamee : 1989 ).

Istilah new normal ini menunjukkan sebuah situasi pasca krisis ekonomi (2007-2008) dan resesi global (2008-2012), yang di sa’at seperti itu harus ada kesediaan untuk menggunakan aturan yang baru dalam jangka waktu panjang. Dalam konteks covid-19, new normal (normal baru) menjadi suatu keniscayaan di Indonesia, baik pada aspek ekonomi untuk mencegah perekonomian yang semakin memburuk pasca diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maupun pada aspek social dan agama, demi untuk mempertahankan dan meningkatkan imunitas kesehatan dan tubuh, agar fungsi-fungsi social dan agama dapat berjalan dan dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Lebih dari itu peran dan fungsi agama akan semakin penting untuk menumbuhkan kesadaran dan kesabaran dalam memberi makna pada penerapan pola hidup baru yang penuh aturan dan tantangan . Untuk itu umat beragama ( baca: Islam ) harus menjadi pelopor dan memberi contoh keta’atan dalam mengikuti pola hidup baru yang telah diatur dalam protocol kesehatan, walaupun terasa berat untuk dilakukan. Kondisi ini sangat penting dipahami bahwa, antara agama dan kesehatan tidak dapat dipisahkan. Kesehatan dalam arti imunitas tubuh yang kuat, merupakan penunjang seseorang untuk melakukan aktivitas ibadah dalam beragama. Umpama saja dalam ibadah haji , salah satu syarat adalah Istita’ah ( kemampuan ) dalam kesehatan. Maka dalam Peraturan Menteri Keseharan RI Nomor : 15 Tahun 2016 pada pasal 1 ayat 3 disebutkan Istithaah Kesehatan Jemaah Haji adalah kemampuan Jemaah Haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga Jemaah Haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan Agama Islam.

Mengikuti pola hidup baru persepsi new normal dalam membangun keta’atan beragama adalah prasyarat mutlak yang tak dapat diabaikan. Beragama dalam persfektif new normal merupakan langkah yang tepat untuk mendukung dan melindungi umat beragama dalam menjalankan ibadah atau perintah agamanya. Oleh sebab itu umat beragama harus mampu memaknai berbagai aturan baru yang di tetapkan pemerintah karena agama itu sendiri merupakan sumber makna dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa agama aturan dan pola hidup baru dapat menjadi motifasi perlindungan atas keselamatan. Motivasi seperti ini merupakan cara beragama yang fungsional , yang dapat berdampak terhadap kebiasaan masyarakat yaitu mengubah kebiasaan lama berpindah pada kebiasaan baru. Kebiasaan baru inilah yang menjadi pola hidup baru yang bersifat sementara sampai kondisi wabah covid-19 dinyatakan berakhir.

Oleh sebab itu kita butuh kesadaran dan kekuatan transcendental yang ada dalam diri kita, yang selama ini belum berfungsi maksimal dan konstan untuk mendukung dan memberi makna setiap aturan dan pola baru dalam kehidupan beragama. Karena agama sejatinya bukan hanya sekedar sebagai oase atau tempat teduh sementara dari hiruk pikuknya problematic kehidupan dan kepentingan diri sendiri atau golongan. Melainkan agama harus menjadi tolok ukur petunjuk jalan keselamatan , yaitu keselamatan dari wabah covid-19 yang tak kunjung berakhir. Sikap seperti ini akan membuka kesadaran baru bahwa beragama dengan tetap mengindahkan protocol kesehatan adalah beragama yang nyaman dan aman. Namun kita tetap berharap semoga wabah Covid-19 cepat berlalu dan kita kembali membangun Indonesia maju.[]